Selasa, 11 April 2017

DIARE PADA ANAK
A.    Konsep teori
1.      Definisi
 Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005).
 Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006).
Sedangkan Americsn Academy of pediatric  (AAP) mendefinisikan diare dengan karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi,dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual,muntah,demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3-7 hari.
 Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):
a.       Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
b.      Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
c.        Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak
2.      Etiologi
Etiologi diare dapat digolongkan kedalam:
a.       Faktor infeksi
1)      Infeksi  interal
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2)      Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b.      Faktor malabsorbsi
1)      Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
2)      Malabsorbsi lemak
3)      Malabsorbsi protein
c.       Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
d.      Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
e.       Faktor umur balita: Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.
f.       Faktor gizi balita: Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare.
g.      Faktor lingkungan, sosial dan ekonomi.
3.      Patofisiologi
Diare adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada diare akut. Penularan diare bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
4.      Manifestasi klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009)
5.      Pencegahan
a.       Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapin. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor.
b.      Makanan pendaping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002) bahwa pda masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut Shulman dkk (2004) bahwa ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu (1) perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari), setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin. (2) Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya. (3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi anak dengan sendok yang bersih. (4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c.       Perilaku hidup bersih sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain adalah (1) penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah sudah ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun, (2) Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk keperluan sehari-hari, (4) Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan, (5) Air yang diminum dimasak terlebih dahulu, (6) Mandi menggunakan sabun mandi, (7) Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun, (8) Pencucian peralatan menggunakan sabun, (9) Limbah, (10) Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a) Membrantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit, (b) Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik ditempat umum maupun dilingkungan rumah, (c) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatan, (d) Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.
6.      Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a.       Pemeriksaan tinja
b.      Makroskopis dan mikroskopis
c.       pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
d.      Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e.       Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
f.       Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g.      Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h.      Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
7.      Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa, (a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan umur, (b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, (c) Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk prometazin dan kloropomazin.
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang diuraikan sebagai berikut:
a.       Rencana pengobatan A
Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air matang.

b.      Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan anak tidak diketahui, Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk melanjutkan.
c.       Rencana pengobatan C
Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.
B.     Asuhan keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Keluhan Utama :
Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer
b.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.


c.       Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi pengkajian riwayat :
1)        Prenatal
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang dimakan serta imunisasi.
2)        Natal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang menolong persalinan, penyulit persalinan.
3)        Post natal
Berat badan nomal 2,5 Kg – 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan kongenital.
4)        Feeding
Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
5)        Penyakit sebelumnya
Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
6)        Alergi
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan, binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah
7)        Obat-obat terakhir yang didapat
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
8)        Tumbuh Kembang
Berat waktu lahir 2, 5 Kg – 4 Kg. Berat badan bertambah 150 – 200 gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
d.      Riwayat Psikososial
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers) sudah belajar bermain dengan teman sebaya.
e.       Riwayat Spiritual
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
f.       Aktivitas Sehari-Hari
g.      Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
1)   Motorik Kasar
Sudah bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju dengan bantuan,mulai bisa bersepeda roda tiga.
2)   Motorik Halus
Menggambat lingkaran, mencuci tangan sendiri dan menggosok gigi
3)   Personal Sosial
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya.
h.      Pemeriksaan Fisik
1)        Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
Tekanan darah : menurun
2)        Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan.
3)        Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
4)        Cardiovasculer
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
5)        Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer
6)        Perkemihan
Volume diuresis menurun.
7)        Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
8)        Integumen
lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek.
9)         Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan.

10)    Neorologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran (Doengoes,2000)
2.      Diagnosa keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
b.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kehilangan cairan akibat diare, dan asupan cairan yang tidak adekuat.
c.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena defekasi yang sering dan feses cair.
d.   Ansietas (takut) berhubungan dengan keterpisahan anak dari orang tuanya, lingkungan tidak biasa, dan prosedur yang menimbulkan distress.
3.      Perencanaan
a.       Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan akif
Tujuan (NOC): keseimbangan cairan
                           Hidrasi
Kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda cairan yang jelek pada anak dan pemasukan cairan seimbang
Intervensi (NIC): Manajemen cairan
1)      Beri larutan rehidrasi oral untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses.
Rasional : Berikan larutan rehidrasi oral sedikit tapi sering, khususnya bila anak muntah, karena muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian oralit kecuali pada muntah yang hebat.
2)      Berikan dan pantau pemberian cairan infus sesuai program .
Rasional : untuk mengatasi dehidrasi dan vomitus yang hebat.
3)      Berikan oralit secara bergantian dengan cairan rendah natrium seperti ASI atau susus formula.
Rasional : untuk terapi rumatan (kebanyakan pakar susu formula yang diberikan harus bebas laktosa jika bayi tidak dapat mentoleransi susu formula biasa).
4)      Setelah rehidrasi, berikan makanan seperti biasa pada anak, selama makanan tersebut dapat ditoleransi.
Rasional : pemberian kembali secara dini makanan yang biasa dikonsumsi akan membawa manfaat mengurangi frekuensi defekasi dan meminimalkan penurunan berat badan serta memperpendek lama sakit.
5)       Pertahankan asupan dan keluaran cairan (urine, feses dan cairan).
Rasional : untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.
6)      Pantau berat jenis urine setiap 8 jam atau sesuai indikasi.
Rasional : untuk menilai status hidrasi.
7)      Timbang berat badan anak
Rasional : untuk menilai keadaan dehidrasi.
8)      Kaji tanda-tanda vital (TTV), turgor kulit, membran mukosa, dan status mental.
Rasional : untuk menilai status hidrasi.
9)      Hindari masukan cairan seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan gelatin. Rasional : Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit dan mempunyai osmolalitas tinggi.
b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kehilangan cairan akibat diare, dan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan (NOC): Status nutrisi
                        Fungsi gastrointestinal
Kriteria hasil:
1)        Pemasukan nutrisi meningkat bertahap, tidak mual dan muntah
2)        KU membaik
3)        BB naik bertahap
4)        Memiliki nilai laboratorium dalam batas normal
Intervensi (NIC): manajemen pemberian ASI
                            Manajemen diare
1)      Setelah rehidrasi, instruksikan ibu melanjutkan pemberian ASI.
Rasional : tindakan ini cenderunga mnegurangi intensitas dan lamanya sakit.
2)      Hindari pemberian diet pisang, beras, apel, dan roti panggang atau teh. Rasional :Karena diet ini memiliki kandungan energi dan protein yang rendah, kandungan hidrat arang yang terlampaui tinggi.
3)      Amati dan catat respon anak terhadap pemberian makanan.
Rasional : untuk menilai toleransi anak terhadap makanan/susu formula yang diberikan.
4)      Beri tahu keluarga untuk menerapkan diet yang tepat.
Rasional : untuk menghasilkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
5)       Monitor berat badan pasien sesuai indikasi. (Nanda, 2007)
Rasional : untuk menilai keadaan dehidrasi. (L. Wong, 2009)
6)      Sediakan makanan yang sesuai dengan kesukaan pasien dan program diet. (Nanda, 2007)
Rasional : pemberian kembali secara dini makanan yang biasa dikonsumsi akan membawa manfaat mengurangi frekuensi defekasi dan meminimalkan penurunan berat badan serta memperpendek lama sakit. (L. Wong, 2009)
c.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena defekasi yang sering dan feses cair.
Tujuan (NOC):
Kriteria hasil: Tidak terdapat tanda-tanda iritasi
Intervensi (NOC):
1)      Ganti popok dengan sering
Rasional : untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering.
2)      Bersihkan bagian bokong secari hati-hati dengan sabun lunak non alkalis dan air.
Rasional : karena feses pasien diare bersifat sangat iritasi pada kulit.
3)      Oleskan salep seperti zink oksida.
Rasional : untuk melindungi kulit terhadap iritasi (tipe salepnya bisa berbeda bagi setiap anak dan mungkin memerlukan waktu untuk mencobanya dahulu).
4)      Hindari pemakaian tisu pembersih komersial yang mengandung alkohol pada kulit yang mengalami ekskoriasi.
Rasional : karena penggunaan tisu ini akan menimbulkan rasa perih.
d.      Ansietas (takut) berhubungan dengan keterpisahan anak dari orang tuanya, lingkungan tidak biasa, dan prosedur yang menimbulkan distress.
Tujuan (NOC): Tingkat ansietas
Kriteria hasil: Anak bisa beradaptasi dan tidak menunjukkan tanda-tanda asietas
Intervensi (NIC): Teknik menenangkan diri
1)      Lakukan perawatan mulut dan berikan dot kepada bayi
Rasional : untuk memberikan rasa nyaman.
2)      Anjurkan kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan anak sesuai kemampuan keluarga.
Rasional : untuk mencegah stress pada anak karena berpisah dengan keluarga.
3)      Sentuh, peluk, dan bicara dengan anak sebanyak mungkin
Rasional : untuk memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress.
4)      Lakukan stimulus dan pengalihan sensorik yang sesuai dengan tingkat dan kondisi perkembangan anak
Rasional : untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

 DAFTAR PUSTAKA
Nanda internasional ( Diagnosa NIC & NOC) Edisi 10 EGC, 2016
Sodikin.2011Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier.Jakarta : Salemba Medika.
Wong, Donna L, dkk.2009.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Edisi 6.Jakarta : EGC.





                                   



















EKOKARDIOGRAFI

EKOKARDIGRAFI BAB I PENDAHULUAN Ekokardiografi merupakan prosedur diagnostik yang menggunakan gelombang suara ultra untuk mengamat...